
Jakarta, sii.or.id 30 Mei 2025
H.O.S. Tjokroaminoto: Arsitek Nasionalisme Awal Indonesia
Haji Oemar Said Tjokroaminoto (H.O.S. Tjokroaminoto) diakui secara luas sebagai tokoh sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, sering dijuluki “Guru Bangsa” dan “Bapak Pergerakan Nasional”.1 Kediamannya di Surabaya menjadi pusat intelektual dan asrama bagi generasi pemimpin masa depan, termasuk Soekarno, Semaun, Musso, Kartosoewirjo, dan Tan Malaka. Peran ini menggarisbawahi pengaruh mendalamnya di berbagai spektrum ideologi dalam gerakan nasionalis.1 Pemerintah kolonial Belanda bahkan memberinya julukan “Raja Tanpa Mahkota” karena kepahlawanan dan perannya sebagai mentor.2 Kepemimpinan karismatiknya sangat penting dalam mengubah Sarekat Islam (SI) dari organisasi berorientasi ekonomi menjadi gerakan sosial-politik nasional yang kuat, menarik banyak pengikut dan menantang kekuasaan kolonial.1
Konsep Zelfbestuur muncul sebagai respons langsung terhadap eksploitasi ekonomi yang parah dan pemerintahan feodal otokratis yang diberlakukan oleh rezim kolonial Belanda, terutama di Jawa. Kondisi ini menyebabkan ketidaksetaraan sosial yang mendalam dan penderitaan bagi penduduk pribumi.2 Tjokroaminoto, yang berasal dari keluarga bangsawan Jawa dengan keyakinan Islam yang kuat 1, secara pribadi menyaksikan dan sangat terpengaruh oleh ketidakadilan ini. Keputusannya yang berani untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pegawai negeri kolonial (ambtenaar) untuk menjadi pedagang melambangkan penolakannya terhadap kepatuhan kolonial dan komitmennya terhadap tindakan langsung demi kemajuan bangsa.12 Awal abad ke-20 di Hindia Belanda ditandai oleh sentimen nasionalis yang berkembang dan kesadaran yang meningkat akan penindasan kolonial, menciptakan lahan subur bagi ide-ide radikal Tjokroaminoto. Tulisan-tulisannya yang kritis dalam publikasi seperti Bintang Soerabaja secara terbuka menantang kebijakan Belanda, menyoroti kebutuhan mendesak akan perubahan fundamental dan pemerintahan sendiri.7
Perjalanan Tjokroaminoto dari seorang bangsawan menjadi pemimpin pergerakan massa menunjukkan sebuah keputusan strategis yang mendalam. Ia berasal dari garis keturunan ningrat dan pernah menjabat sebagai pegawai negeri di pemerintahan kolonial.1 Namun, ia secara sadar memilih untuk meninggalkan jalur hak istimewa dan kenyamanan ini. Penolakannya yang tegas terhadap organisasi seperti Budi Oetomo, yang melayani lingkaran priyayi eksklusif, semakin menggarisbawahi pilihan ini.7 Di bawah kepemimpinannya, Sarekat Dagang Islam (SDI) bertransformasi menjadi Sarekat Islam (SI), memperluas cakupannya dari asosiasi ekonomi murni menjadi gerakan sosial-politik yang kuat.3 Rangkaian pilihan ini menunjukkan keputusan politik yang disengaja dan berdampak untuk menyelaraskan dirinya dengan rakyat biasa dan secara langsung menghadapi ketidakadilan sistemik, alih-alih mencari reformasi dari dalam struktur kolonial atau elit yang ada. Orientasi ulang strategis ini sangat penting bagi gerakan nasionalis Indonesia yang baru lahir. Dengan melepaskan kenyamanan aristokratisnya dan merangkul perjuangan rakyat jelata, Tjokroaminoto memperoleh kredibilitas dan kepercayaan yang luar biasa di kalangan massa. Posisi unik ini memungkinkannya menjadi tokoh jembatan yang krusial, mampu memobilisasi tidak hanya elit tradisional tetapi juga kelas pekerja dan petani yang berkembang di perkotaan. Tindakannya menunjukkan sikap anti-feodal yang baru lahir, yang mengarah pada persepsi populer sebagai “Ratu Adil” karena penentangannya yang kuat terhadap praktik feodalisme di bawah kekuasaan kolonial.2 Langkah ini lebih dari sekadar perubahan karier pribadi; itu adalah tindakan politik yang disengaja dan berdampak yang secara signifikan memperluas basis dan daya tarik populer gerakan nasionalis melampaui sekadar wacana intelektual.
Mendefinisikan Zelfbestuur: Konsep, Konteks, dan Tujuan
Zelfbestuur, yang berarti “pemerintahan sendiri,” merupakan konsep fundamental yang diperjuangkan oleh H.O.S. Tjokroaminoto.10 Ia pertama kali secara publik dan tegas mengartikulasikan gagasan ini pada Kongres Sarekat Islam di Bandung pada 17 Juni 1916. Dalam pidatonya yang kuat, ia menegaskan bahwa sudah tidak pantas lagi Hindia Belanda (Indonesia) diperintah oleh Belanda “bagaikan seorang tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya!”.5 Pernyataan ini bukan sekadar kritik tetapi tantangan langsung dan berani terhadap legitimasi otoritas kolonial Belanda, menyamakan kekuasaan mereka dengan praktik tuan tanah yang eksploitatif dan merendahkan martabat manusia. Visi Zelfbestuur Tjokroaminoto melampaui otonomi administratif semata; itu adalah tuntutan fundamental untuk kemerdekaan nasional yang penuh.14 Ini mencakup hak inheren rakyat Indonesia untuk menentukan nasib mereka sendiri dan untuk membentuk pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan sosial, demokrasi sejati, dan kesejahteraan komprehensif bagi seluruh rakyatnya.10
Konsep Zelfbestuur adalah respons langsung dan mendesak terhadap “kesenjangan sosial yang jauh antara tuan dan budak” yang secara sistematis dipertahankan oleh sistem kolonial Belanda.10 Eksploitasi yang merajalela ini, terutama yang terlihat dalam bidang ekonomi, menyebabkan penderitaan, kemiskinan, dan struktur sosial yang kacau di antara penduduk pribumi, merusak martabat dan kesejahteraan mereka.2 Pidato-pidato Tjokroaminoto yang berapi-api dan tulisan-tulisannya yang tajam, termasuk yang diterbitkan di Bintang Soerabaja, berfungsi sebagai kritik yang kuat terhadap kebijakan-kebijakan Belanda yang menindas. Platform-platform ini menyoroti urgensi kritis untuk mencapai pemerintahan sendiri sebagai satu-satunya cara yang layak untuk meringankan penderitaan mendalam rakyat.7 Bagi Tjokroaminoto, Zelfbestuur bukan hanya aspirasi politik tetapi keharusan moral, strategi yang diperlukan untuk membebaskan Bumi Putera (penduduk pribumi) dari penindasan Belanda dan untuk mengamankan hak-hak fundamental mereka atas kemakmuran, keadilan, dan martabat manusia.10
Tujuan utama Zelfbestuur secara tegas adalah “Mengusir penjajah dari Indonesia dan mencapai kemerdekaan penuh bagi bangsa Indonesia”.8 Ini secara jelas mengartikulasikan tujuan kedaulatan penuh. Lebih dari sekadar kemerdekaan politik, Tjokroaminoto membayangkan Zelfbestuur sebagai sarana untuk mendirikan pemerintahan yang akan menerapkan hukum Islam (sebagaimana ditafsirkan dalam kerangka pemikirannya) untuk menegakkan tatanan ilahi dan berkontribusi pada perjuangan global untuk kemerdekaan.8 Tujuan ini menggarisbawahi fondasi keagamaan dan universalis yang mendalam dari aspirasi politiknya. Yang terpenting, Zelfbestuur adalah seruan yang jelas bagi rakyat Indonesia untuk secara aktif memperjuangkan hak-hak dan kebebasan politik mereka, menekankan bahwa hak-hak ini tidak boleh diharapkan sebagai hadiah dari pemerintah kolonial tetapi harus diperoleh melalui perjuangan dan tekanan tanpa henti.17 Proklamasi berani Zelfbestuur pada tahun 1916 diakui sebagai “embrio pergerakan,” momen penting yang memicu lintasan menuju proklamasi kemerdekaan Indonesia beberapa dekade kemudian.17
Pernyataan Zelfbestuur pada tahun 1916 merupakan deklarasi yang sangat radikal dalam konteks sejarahnya. Pada awal abad ke-20, seruan langsung dan eksplisit untuk kemerdekaan nasional penuh sangat jarang dan membawa risiko pribadi serta politik yang sangat besar di bawah kekuasaan kolonial. Sebagian besar gerakan nasionalis pada masa itu masih berfokus pada advokasi reformasi atau otonomi yang lebih besar dalam kerangka kolonial yang ada. Perbandingan langsung dan provokatif Tjokroaminoto tentang pemerintahan Belanda dengan tuan tanah yang eksploitatif—”bagaikan seorang tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya!” 5—bukan sekadar retorika. Ini merupakan tantangan psikologis dan politik yang mendalam terhadap legitimasi kekuasaan kolonial, membingkai ulang kehadiran Belanda sebagai pendudukan yang tidak sah daripada administrasi yang baik. Deklarasi ini lebih dari sekadar proposal kebijakan; itu adalah proklamasi niat de facto untuk pembebasan nasional, yang diartikulasikan bertahun-tahun sebelum konsep “Indonesia Merdeka” yang sepenuhnya merdeka mendapatkan mata uang yang luas. Ini secara fundamental menggeser wacana dari mencari konsesi atau reformasi inkremental menjadi menuntut hak inheren untuk martabat diri dan keadilan. Sikap radikal ini, yang diartikulasikan oleh pemimpin karismatik dari organisasi massa yang berkembang pesat seperti Sarekat Islam, menandakan fase baru yang lebih tegas dan tanpa kompromi dalam nasionalisme Indonesia, meletakkan dasar ideologis bagi perjuangan revolusioner di masa depan.
Keterkaitan antara pembebasan politik dan ekonomi dalam konsep Zelfbestuur sangat jelas. Munculnya Zelfbestuur secara langsung terkait dengan “kesenjangan sosial yang jauh antara tuan dan budak” dan “eksploitasi di bidang ekonomi” yang merajalela.2 Perjalanan pribadi Tjokroaminoto, beralih dari pegawai negeri kolonial menjadi pedagang 12, dan evolusi Sarekat Islam dari Sarekat Dagang Islam (SDI) dengan fokus awal pada perdagangan menjadi gerakan sosial-politik yang lebih luas 3, dengan jelas menyoroti sentralitas masalah ekonomi. Selain itu, pengembangan Sosialisme Islam secara eksplisit bertujuan untuk menghilangkan ketidakadilan ekonomi dan memastikan kesejahteraan serta kemakmuran semua warga negara.10 Hal ini menunjukkan bahwa Zelfbestuur tidak hanya dipahami sebagai tuntutan politik murni untuk pemerintahan sendiri. Sebaliknya, ia secara inheren dan tak terpisahkan terkait dengan emansipasi ekonomi dari sistem kolonial yang eksploitatif. Tjokroaminoto menyadari bahwa pemerintahan sendiri yang sejati membutuhkan tidak hanya kedaulatan politik tetapi juga pembentukan sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan dan kemakmuran penduduk pribumi. Visi holistik ini, yang mengintegrasikan pembebasan politik dengan keadilan ekonomi, menyediakan kerangka kerja yang kuat, menarik, dan sangat relevan bagi negara merdeka di masa depan, secara langsung menarik mayoritas besar penduduk yang menderita kesulitan ekonomi parah di bawah kekuasaan kolonial.

Interaksi Ideologi : Sosialisme Islam, Nasionalisme, dan Demokrasi dalam Pemikiran Tjokroaminoto
H.O.S. Tjokroaminoto membedakan dirinya sebagai pelopor dalam sintesis Islam dan sosialisme di Indonesia, sebuah konstruksi ideologis yang ia sebut “Sosialisme Islam”.2 Ia dengan tegas menjelaskan bahwa Sosialisme Islamnya secara fundamental berakar pada prinsip-prinsip agama dan karenanya secara fundamental berbeda dari sosialisme Barat, yang ia cirikan sebagai murni materialistis dan tanpa dasar spiritual.11 Bagi Tjokroaminoto, Sosialisme Islam berlabuh pada keyakinan akan Tuhan Yang Maha Esa (Tauhid) dan berorientasi pada akhirat, mewujudkan prinsip-prinsip yang ia yakini telah dipraktikkan dengan sempurna oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya.10
Karyanya yang monumental, Islam dan Sosialisme (1924), secara khusus ditulis untuk melawan pengaruh komunisme yang berkembang dalam Sarekat Islam, menegaskan bahwa prinsip-prinsip Islam yang otentik menyediakan dasar yang benar dan unggul untuk keadilan sosial dan kesetaraan.10 Ia mengartikulasikan bahwa sosialisme hanya dapat mencapai bentuk sempurnanya jika individu hidup tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri “sebagai binatang atau burung,” tetapi untuk kesejahteraan kolektif masyarakat, mengakui bahwa segala sesuatu berasal dari Allah Yang Maha Kuasa.7
Tjokroaminoto membayangkan sebuah “Negara Integralistik” di mana prinsip-prinsip agama dan negara dapat hidup berdampingan secara harmonis dan beroperasi secara bersamaan, dengan bentuk pemerintahan yang jelas demokratis.5 Konseptualisasi ini menggarisbawahi tugas utama dan fundamental negara untuk memastikan kesejahteraan dan kemakmuran komprehensif bagi warganya.18 Ia sangat percaya bahwa negara harus berfungsi sebagai instrumen utama untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan kolektif bagi seluruh rakyatnya.10 Pemikiran politiknya sangat dijiwai dengan fondasi Islam yang kuat, memandang Islam sebagai kekuatan pemersatu yang inheren yang mampu melampaui batas geografis, linguistik, dan rasial.18 Ia menganggap partisipasi dalam gerakan politik sebagai kewajiban agama yang sakral untuk memenuhi perintah Allah dan mencapai aspirasi nasional.20
Tiga prinsip utama—kemerdekaan (kebebasan), persamaan (kesetaraan), dan persaudaraan (persaudaraan)—merupakan landasan Sosialisme Islam Tjokroaminoto.10 Ia berpendapat bahwa prinsip-prinsip ini secara intrinsik tertanam dalam ajaran Islam dan dicontohkan dengan sempurna oleh kehidupan dan perilaku Nabi Muhammad.10 Bagi Tjokroaminoto, Kemerdekaan berarti tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah SWT, memiliki empati yang mendalam untuk membebaskan kaum miskin dari penderitaan mereka, dan menjunjung tinggi hak inheren setiap manusia untuk mengemukakan ide, hidup sejahtera, dan menerima keadilan.10 Persamaan menekankan bahwa semua manusia secara inheren setara, dan oleh karena itu, tidak boleh ada perbedaan kelas buatan yang diizinkan muncul.10 Persaudaraan menggarisbawahi pentingnya harmoni, persatuan, dan dukungan timbal balik di antara manusia.10 Melengkapi prinsip-prinsip sosial ini, ia juga mengusulkan “trilogi” untuk pengembangan individu: “Tauhid semurni-murninya” (tauhid murni), “Ilmu setinggi-tingginya” (ilmu tertinggi), dan “sepintar-pintar siasat” (strategi terpintar).18
Di bawah kepemimpinan dinamis Tjokroaminoto, Sarekat Islam (SI) berkembang menjadi kendaraan utama dan paling efektif untuk menyebarkan ide-ide transformatifnya tentang nasionalisme, persatuan, dan perjuangan kemerdekaan.1 Ia mengorkestrasi transformasi krusial Sarekat Dagang Islam (SDI) menjadi SI pada tahun 1912, sehingga secara signifikan memperluas cakupannya untuk mencakup gerakan sosial-politik nasional.7 Tujuan yang dinyatakan SI di bawah bimbingannya termasuk pengusiran penjajah, pembentukan Islam sebagai satu-satunya sistem dalam negara Indonesia yang merdeka, dan pembentukan pemerintahan yang akan menerapkan hukum Islam.8 Pertumbuhan organisasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di bawah pengaruh karismatiknya secara tegas menunjukkan kemampuannya yang luar biasa untuk memobilisasi massa besar dan membangkitkan semangat nasionalisme yang membara di seluruh nusantara.1 Ia secara strategis menggunakan SI untuk menumbuhkan kesadaran politik dan menyediakan pendidikan penting di antara penduduk, meletakkan dasar bagi perjuangan nasional yang sadar.3
Sosialisme Islam yang digagas Tjokroaminoto merupakan sebuah narasi tandingan ideologis yang bersifat pribumi. Ia secara eksplisit dan berulang kali membedakan Sosialisme Islamnya dari rekan-rekan Baratnya, menegaskan bahwa versinya secara intrinsik berakar pada nilai-nilai Islam yang otentik dan memiliki preseden sejarah dalam praktik Nabi Muhammad.10 Selain itu, ia secara strategis menggunakan konsep ini untuk secara aktif memerangi pengaruh komunisme yang berkembang dalam jajaran Sarekat Islam.10 Ini bukan sekadar tindakan adaptasi atau sintesis, melainkan konstruksi yang disengaja dari narasi tandingan ideologis pribumi, secara implisit atau eksplisit mengklaim fondasi moral dan sejarah yang berbeda dan mungkin lebih unggul untuk keadilan sosial di Indonesia. Langkah ideologis ini sangat penting karena beberapa alasan mendalam: (a) Ini menyediakan kerangka kerja yang kuat, relevan secara budaya, dan sangat spiritual bagi gerakan nasionalis Indonesia, secara efektif menarik penduduk Indonesia yang sangat religius dan membedakan gerakan tersebut dari ideologi-ideologi yang murni sekuler atau impor Barat. (b) Ini berfungsi sebagai pertahanan strategis yang cerdik terhadap intrusi ideologis komunisme, yang, dengan penekanannya pada perjuangan kelas, menimbulkan ancaman signifikan terhadap persatuan gerakan nasionalis yang luas. (c) Dengan mendasarkan prinsip-prinsip sosialisme secara kuat dalam Islam, Tjokroaminoto menawarkan visi keadilan sosial yang secara bersamaan otentik dengan identitas Indonesia dan secara moral menarik, dengan alasan bahwa kesejahteraan sosial sejati, kesetaraan, dan tanggung jawab kolektif bukan hanya cita-cita politik tetapi kewajiban agama fundamental. Formulasi unik ini membuat ide-idenya sangat mudah diterima, diterima secara luas, dan sangat memobilisasi massa, memastikan dukungan berbasis luas untuk perjuangan nasionalis.
Kepemimpinan Tjokroaminoto menunjukkan sifat pragmatis dan visioner. Ia secara konsisten digambarkan sebagai “pemimpin visioner” 1 yang, secara luar biasa, merenungkan bentuk negara Indonesia di masa depan sebagai republik bahkan ketika pemikiran semacam itu masih terlalu dini bagi banyak orang lain.12 Penekanannya pada “strategi yang cerdas” 1 semakin menyoroti pendekatan praktisnya. Kesediaannya untuk terlibat dengan Volksraad (Dewan Rakyat) kolonial 9 sambil secara bersamaan mengadvokasi konsep radikal Zelfbestuur 10 menunjukkan pendekatan ganda yang canggih terhadap perjuangan politik. Selain itu, bimbingannya meluas kepada kelompok pemimpin masa depan yang beragam—Soekarno, Semaun, Musso, Kartosoewirjo, Tan Malaka—yang kemudian menyimpang secara signifikan dalam jalur ideologis mereka dan bahkan terlibat dalam konflik.1 Hal ini mengungkapkan Tjokroaminoto sebagai lebih dari sekadar seorang ideolog; ia adalah pemimpin yang sangat pragmatis dan adaptif. Visi revolusioner Zelfbestuurnya dikejar melalui strategi fleksibel yang mencakup mobilisasi massa berskala besar dan, jika dianggap tepat, keterlibatan strategis dengan institusi kolonial. Terlebih lagi, perannya sebagai mentor yang memupuk pertumbuhan intelektual dan kepemimpinan pada siswa dengan sudut pandang yang berbeda, meskipun ada perpecahan ideologis yang terjadi di antara mereka 1, menunjukkan komitmen yang mendalam untuk mengembangkan basis kepemimpinan nasionalis yang luas. Fondasi intelektual yang luas ini, yang diletakkan dengan cermat oleh Tjokroaminoto, dapat dikatakan berkontribusi secara signifikan pada permadani ideologis yang kaya, meskipun terkadang kontroversial, yang mencirikan Indonesia pasca-kemerdekaan, menunjukkan dampak abadi pada evolusi politik bangsa.
Pengaruh pada Ideologi Negara: Dari Zelfbestuur ke Pancasila
H.O.S. Tjokroaminoto diakui secara universal sebagai “guru” dan mentor yang sangat diperlukan bagi banyak tokoh paling terkemuka yang kemudian memainkan peran penting dalam membentuk kemerdekaan Indonesia, terutama Soekarno, presiden pertama bangsa.1 Hubungan pribadi Soekarno dengan Tjokroaminoto sangat dekat; ia menikah dengan putri Tjokroaminoto, Siti Oetari, dan tinggal di rumah kosnya di Surabaya, di mana ia sangat terpapar ide-ide revolusioner Tjokroaminoto, kepemimpinan karismatik, dan wacana intelektual.1 Penekanan Tjokroaminoto yang tak tergoyahkan pada nasionalisme, persatuan nasional, keadilan sosial, dan pentingnya pendidikan politik secara langsung menginspirasi dan membentuk pemikiran Soekarno dan kaum nasionalis muda lainnya.3 Analisis akademis secara konsisten menyoroti bahwa ide-ide Tjokroaminoto, khususnya sintesis uniknya tentang Sosialisme Islam, secara signifikan memengaruhi konseptualisasi Soekarno tentang Pancasila dan visi yang lebih luas untuk negara Indonesia merdeka.4 Ia dengan cermat menanamkan pada murid-muridnya nilai-nilai fundamental keadilan, persatuan, dan rasa kebangsaan yang kuat, yang menjadi landasan upaya politik mereka di masa depan.3
Konsep “Negara Integralistik” Tjokroaminoto, di mana agama dan negara dapat hidup berdampingan secara harmonis dan berfungsi secara bersamaan, bersama dengan advokasinya yang kuat untuk demokrasi, menunjukkan resonansi yang jelas dengan prinsip-prinsip dasar yang tertanam dalam negara Indonesia.5 Prinsip-prinsip intinya tentang kemerdekaan (kebebasan), persamaan (kesetaraan), dan persaudaraan (persaudaraan)—yang berasal dari kerangka Sosialisme Islamnya—secara demonstratif tercermin dalam prinsip-prinsip keadilan sosial dan kemanusiaan Pancasila.10 Sosialisme Islamnya, yang secara eksplisit dirancang untuk memberantas kesenjangan sosial dan menumbuhkan masyarakat yang adil, makmur, dan damai, dapat diidentifikasi sebagai anteseden ideologis yang signifikan untuk konsep keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat yang diabadikan dalam Pancasila dan UUD 1945.10 Penekanan mendalam pada “kesejahteraan rakyat” sebagai tanggung jawab fundamental negara adalah pilar utama dari pemikiran politiknya yang komprehensif.10 Perjuangan yang lebih luas untuk “kebangsaan umat Islam Indonesia,” sebuah gerakan yang Tjokroaminoto perjuangkan dan pimpin, secara akademis ditafsirkan sebagai puncaknya dalam nasionalisme yang disarikan dan dikodifikasi dalam Pancasila.6 Sebuah informasi secara eksplisit menyatakan bahwa Pancasila, terutama tanpa frasa “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” adalah “hasil perjuangan nasionalisme Islam Indonesia”.6 Hal ini menunjukkan garis keturunan langsung dan mendalam dari gerakan menyeluruh Tjokroaminoto dan kontribusi ideologisnya terhadap bentuk dan substansi akhir ideologi negara Indonesia.
Pemikiran politik Tjokroaminoto sangat menekankan peran proaktif negara dalam memastikan kesejahteraan dan kemakmuran warganya.18 Ia mengartikulasikan visi di mana negara yang benar-benar makmur harus menjamin kewarganegaraan sosial, menegakkan demokrasi penuh, membangun sistem hubungan industrial modern, dan memastikan hak universal atas pendidikan serta perluasan sistem pendidikan massa modern.18 “Program Asas” dan “Program Tandzim” untuk organisasi Sarekat Islam secara cermat menguraikan enam prinsip inti untuk membangun kehidupan sosial yang adil dan memupuk kesejahteraan masyarakat. Ini termasuk: Persatuan Rakyat (menekankan tujuan kolektif dan martabat), Kebebasan Individu (mengutuk segala bentuk kolonialisme dan memprioritaskan kemerdekaan masyarakat), Karakter Politik (pemerintahan sebagai amanah dari Allah SWT dan rakyat, membutuhkan pemimpin yang berwibawa, adil, dan benar-benar berbakti pada Islam), Kelangsungan Ekonomi (distribusi sumber daya negara yang adil dengan prioritas untuk kaum miskin dan yatim piatu, dan otoritas negara atas ekonomi), Situasi dan Posisi Manusia dalam Hubungan dengan Kehidupan dan Hukum (perlakuan yang adil, tanpa bias, dan sesuai hukum, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits), dan Kebebasan Sejati (mencakup kebebasan fisik, konseptual, dan spiritual).18 Partisipasinya yang aktif dalam Volksraad semakin menunjukkan komitmennya untuk mewakili masalah kesejahteraan pribumi dan mengadvokasi hak rakyat untuk menyatakan pendapat mereka melalui referendum dan inisiatif legislatif langsung.9
Peran Tjokroaminoto sebagai “guru bangsa” jauh dari sekadar simbolis; ia berfungsi sebagai inkubator yang praktis dan sangat efektif untuk pemikiran dan kepemimpinan politik di masa depan. Kemampuannya yang luar biasa untuk mensintesis berbagai arus ideologis—Islam, sosialisme, nasionalisme, dan demokrasi—dan mengartikulasikannya secara menarik dan mudah diakses menciptakan lingkungan intelektual yang kaya bagi murid-muridnya. Fakta yang tak terbantahkan bahwa Soekarno, Presiden masa depan dan perumus Pancasila, secara langsung terpapar dan sangat dipengaruhi oleh ide-ide yang disintesis ini menunjukkan hubungan kausal yang dalam, meskipun tidak langsung, antara Zelfbestuur Tjokroaminoto dan landasan filosofis Pancasila. Prinsip-prinsip inti kemerdekaan (kebebasan), persamaan (kesetaraan), dan persaudaraan (persaudaraan) dari Sosialisme Islam Tjokroaminoto tidak hanya digaungkan tetapi membentuk komponen fundamental dalam Pancasila, khususnya prinsip-prinsip keadilan sosial, kemanusiaan, dan persatuan nasional.
Meskipun Indonesia pada akhirnya mengadopsi struktur negara kesatuan, advokasi Tjokroaminoto untuk Zelfbestuur mencakup gagasan sistem federal dengan otonomi daerah yang lebih besar, bahkan menyarankan implementasi awalnya untuk “daerah-daerah atau bagian-bagian”.17 Hal ini menunjukkan pengakuan akan keragaman geografis dan budaya Indonesia yang luas sejak awal. Prinsip otonomi daerah, meskipun terus berkembang, tetap menjadi prinsip sentral tata kelola pemerintahan Indonesia hingga saat ini. Aspek visi Tjokroaminoto ini mengungkapkan pandangan jauh ke depan yang luar biasa yang mengantisipasi tantangan kompleks dalam memerintah nusantara yang beragam. Advokasinya yang awal untuk otonomi daerah dalam kerangka pemerintahan sendiri yang lebih luas menunjukkan pemahaman bahwa persatuan nasional tidak selalu berarti keseragaman terpusat. Perspektif yang bernuansa ini, meskipun tidak sepenuhnya terwujud dalam pembentukan negara kesatuan awal, dapat dikatakan meletakkan dasar konseptual yang krusial untuk pengembangan dan implementasi kebijakan otonomi daerah di Indonesia merdeka di kemudian hari. Dengan demikian, pengaruh Tjokroaminoto melampaui seruan awal untuk kemerdekaan hingga penerapan praktis prinsip-prinsip tata kelola negara yang berkelanjutan, menyoroti relevansinya yang abadi dalam membentuk struktur administrasi dan politik bangsa.
Prinsip-prinsip Utama Ideologi H.O.S. Tjokroaminoto dan Refleksinya dalam Prinsip-prinsip Negara Indonesia
Konsep Inti Tjokroaminoto | Deskripsi/Tujuan (dari Perspektif Tjokroaminoto) | Refleksi dalam Pancasila/UUD 1945 | Sumber Informasi |
Zelfbestuur (Pemerintahan Sendiri) | Kemerdekaan politik penuh dan penentuan nasib sendiri dari kekuasaan kolonial. | Kedaulatan Rakyat (Sila 4), Kemerdekaan Nasional (Pembukaan UUD 1945). | 10 |
Sosialisme Islam (Kemerdekaan, Persamaan, Persaudaraan) | Mencapai keadilan sosial dan kesetaraan ekonomi yang berakar pada nilai-nilai Islam, menghilangkan kesenjangan kelas. | Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Sila 5), Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Sila 2), Persatuan Indonesia (Sila 3). | 10 |
Negara Integralistik (Koeksistensi Agama dan Negara) | Negara di mana nilai-nilai agama membimbing pemerintahan, memastikan persatuan dan kepemimpinan moral. | Ketuhanan Yang Maha Esa (Sila 1), Negara berdasarkan hukum, bukan dogma agama, namun mengakomodasi kehidupan beragama. | 5 |
Tanggung Jawab Negara terhadap Kesejahteraan Rakyat | Tugas fundamental negara untuk memastikan kemakmuran, kesejahteraan, dan hak-hak dasar semua warga negara. | Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Sila 5), Prinsip Negara Kesejahteraan (misalnya, Pasal 33, 34 UUD 1945). | 10 |
Pendidikan untuk Nasionalisme, Demokrasi, dan Karakter (Prinsip Islam) | Menumbuhkan identitas nasional, pemikiran kritis, keberanian, dan integritas moral melalui pendidikan. | Nasionalisme (Sila 3), Demokrasi (Sila 4), Hak Pendidikan (Pasal 31 UUD 1945). | 6 |
Warisan dan Relevansi Abadi
Warisan H.O.S. Tjokroaminoto sebagai “Bapak Pergerakan Nasional” dan “Guru Bangsa” tetap sangat signifikan dan tak terhapuskan dalam sejarah Indonesia.1 Artikulasi Zelfbestuur dan sintesis perintisnya tentang Sosialisme Islam dan nasionalisme memberikan fondasi ideologis yang tak tergantikan bagi seluruh gerakan kemerdekaan Indonesia.3 Ia berhasil menanamkan pada penduduk rasa kebanggaan nasional yang mendalam, kesadaran politik yang tinggi, dan keberanian moral yang diperlukan untuk tanpa henti memperjuangkan penentuan nasib sendiri melawan penindasan kolonial.3
Penekanannya yang mendalam pada pendidikan, khususnya sistem pendidikan yang berakar pada nilai-nilai Islam dan dirancang dengan cermat untuk menumbuhkan nasionalisme, demokrasi, dan kesetaraan, terus bergema dan menemukan relevansi kontemporer.6 Ia sangat percaya bahwa pendidikan harus menumbuhkan “cinta tanah air” yang kuat dan secara aktif menolak pengaruh korosif dominasi budaya asing.12 Pemikiran politiknya yang komprehensif, meliputi ideologi yang koheren, gerakan politik strategis, kepemimpinan visioner, dan konsep negara integralistik yang demokratis di mana agama dan negara hidup berdampingan secara mulus, meletakkan dasar yang krusial dan abadi bagi prinsip-prinsip dasar negara Indonesia di masa depan.5
Interpretasi akademis secara konsisten menggarisbawahi peran fundamental dan penting Tjokroaminoto dalam membentuk lanskap politik awal Indonesia. Ia secara luas dianggap sebagai “pemikir progresif” yang secara unik mengintegrasikan perspektif “Kiri” (sosialis) dan Islam ke dalam ideologi yang kohesif.19 Ide-idenya yang inovatif tentang nasionalisme, demokrasi, dan kritiknya terhadap kapitalisme tidak hanya unik pada masanya tetapi juga sangat berpengaruh.19 Meskipun informasi yang tersedia tidak menawarkan interpretasi akademis kuantitatif yang merinci tingkat pengaruhnya pada Pancasila, mereka sangat menyiratkan bahwa gerakan nasionalis Islamnya yang lebih luas dan prinsip-prinsip intinya sangat penting dalam pembentukannya.6 Pernyataan bahwa “Banyak konsep dan dasar-dasar pemikiran yang sekarang kita kenal sebagai milik orang lain, masih dapat ditelusuri kembali ke Cokroaminoto sebagai sumbernya” 6 secara kuat menggarisbawahi dampak fundamental dan meresapnya pada pemikiran politik Indonesia. Penekanannya yang tak tergoyahkan pada keadilan sosial, kesetaraan, dan kesejahteraan komprehensif, sebagaimana diartikulasikan dengan cermat dalam Sosialisme Islamnya, secara luas diakui oleh para sarjana sebagai selaras langsung dan berkontribusi pada prinsip-prinsip inti yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.17 Para sarjana secara konsisten memandang kontribusi intelektual dan praktisnya telah membangun fondasi yang kuat dan abadi bagi perjalanan berat Indonesia menuju kemerdekaan dan pembangunan bangsa.3
Warisan intelektual Tjokroaminoto melampaui pengaruh historis semata; ia memiliki relevansi yang signifikan dan berkelanjutan. Pendekatan inovatifnya dalam mensintesis ideologi yang tampaknya berbeda (Islam dan sosialisme) memberikan model yang menarik untuk mengkontekstualisasikan prinsip-prinsip universal keadilan dan kesejahteraan dalam kerangka budaya dan agama lokal tertentu. Hal ini menjadikan pemikirannya sumber daya yang berharga dan dinamis untuk memahami kompleksitas identitas politik Indonesia yang rumit, di mana unsur-unsur agama dan sekuler sering kali saling terkait. Kemampuannya yang terbukti untuk membentuk ideologi yang koheren dan memobilisasi dari berbagai sumber intelektual menawarkan cetak biru yang kuat untuk menavigasi dan menyelesaikan tantangan ideologis kontemporer dalam masyarakat pluralistik, memperkuat statusnya sebagai tokoh intelektual abadi.
Judul sebuah informasi, “Zelfbestuur: PR besar di warung kopi yang belum tuntas” 15, secara halus namun signifikan menyiratkan bahwa realisasi penuh atau implikasi yang lebih dalam dari Zelfbestuur masih merupakan upaya nasional yang berkelanjutan, bukan peristiwa sejarah yang telah selesai. Selain itu, advokasi awal Tjokroaminoto untuk otonomi daerah 17 menunjukkan perjuangan berkelanjutan untuk pemerintahan sendiri yang sejati yang melampaui sekadar kemerdekaan nasional dari kekuasaan kolonial. Frasa bernuansa ini menunjukkan bahwa meskipun kemerdekaan politik tercapai pada tahun 1945, aspirasi mendalam dan komprehensif yang tertanam dalam Zelfbestuur Tjokroaminoto—terutama mengenai keadilan sosial, kesetaraan ekonomi, dan kesejahteraan rakyat yang sejati di semua tingkat pemerintahan—mungkin masih merupakan proyek nasional yang berkelanjutan. Ini menyiratkan bahwa visi Tjokroaminoto mungkin lebih luas daripada sekadar melepaskan diri dari belenggu kolonial, meluas ke pengejaran yang berkelanjutan dan berkembang dari masyarakat yang benar-benar adil, makmur, dan mandiri. Perspektif ini memberikan lensa kritis dan berharga untuk menganalisis tantangan kontemporer di Indonesia terkait dengan tata kelola pemerintahan, ketidaksetaraan yang terus-menerus, dan disparitas regional, menunjukkan bahwa “semangat” fundamental Zelfbestuur terus menginformasikan dan membentuk wacana nasional serta perdebatan kebijakan hingga saat ini.
Kesimpulan
H.O.S. Tjokroaminoto memiliki peran yang sangat diperlukan dan abadi sebagai pemimpin visioner dan “Guru Bangsa” yang tidak hanya mengartikulasikan tetapi juga dengan penuh semangat memperjuangkan konsep fundamental Zelfbestuur untuk Indonesia yang merdeka di masa depan. Zelfbestuur, sebagai tuntutan radikal untuk pemerintahan sendiri, secara tak terpisahkan terjalin dengan Sosialisme Islamnya yang unik dan perintis, mengadvokasi prinsip-prinsip inti kemerdekaan (kebebasan), persamaan (kesetaraan), dan persaudaraan (persaudaraan), yang semuanya berakar kuat pada prinsip-prinsip agama yang otentik.
Pengaruh langsung dan tidak langsung dari pemikiran politiknya yang komprehensif terhadap generasi pemimpin berikutnya, terutama Soekarno, tidak dapat disangkal. Prinsip-prinsip keadilan sosial Tjokroaminoto, komitmennya yang tak tergoyahkan terhadap kesejahteraan rakyat, dan nasionalisme religiusnya yang khas memberikan landasan ideologis yang krusial dan subur yang sangat selaras dengan dan secara demonstratif berkontribusi pada landasan filosofis Pancasila dan UUD 1945. Warisan Tjokroaminoto bukan sekadar catatan kaki sejarah, melainkan tetap relevan secara dinamis, terus menawarkan wawasan mendalam tentang perjalanan nasional Indonesia yang berkelanjutan menuju realisasi penuh cita-cita luhur bangsa yang adil, makmur, dan benar-benar menentukan nasib sendiri.
Karya yang dikutip
- Biografi HOS Tjokroaminoto: Tokoh Kebangkitan Nasional dan Guru Bangsa – Ruangguru, diakses Mei 29, 2025, https://www.ruangguru.com/blog/biografi-hos-tjokroaminoto
- PERAN HAJI OEMAR SAID TJOKROAMINOTO MENUMBUHKAN SEMANGAT PERGERAKAN BANGSA DALAM KEMERDEKAAN INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk M, diakses Mei 29, 2025, http://digilib.uinsa.ac.id/56194/3/Ikhlasul%20Amal%20A02217015%20ok.pdf
- HOS Tjokroaminoto: Bapak Pergerakan Nasional yang Menginspirasi Bangsa, diakses Mei 29, 2025, https://ditsmp.kemendikdasmen.go.id/ragam-informasi/article/hos-tjokroaminoto-bapak-pergerakan-nasional-yang-menginspirasi-bangsa
- Biografi H.O.S. Tjokroaminoto: Saksi Perjuangan Nasional Indonesia – Paradeshi, diakses Mei 29, 2025, https://paradeshi.co.id/2024/11/16/biografi-h-o-s-tjokroaminoto-saksi-perjuangan-nasional-indonesia/
- PEMIKIRAN POLITIK H.O.S TJOKROAMINOTO SKRIPSI Oleh: DZULKARNAIN JAMIL I21218100 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FA, diakses Mei 29, 2025, http://digilib.uinsa.ac.id/52616/2/Dzulkarnain%20Jamil_I21218100.pdf
- eprints.walisongo.ac.id, diakses Mei 29, 2025, https://eprints.walisongo.ac.id/60/1/Anas_Tesis_Sinopsis.pdf
- Sepak Terjang HOS Tjokroaminoto Dirikan Sarekat Islam Lalu Menjadi Tokoh Kemerdekaan, diakses Mei 29, 2025, https://www.tempo.co/politik/sepak-terjang-hos-tjokroaminoto-dirikan-sarekat-islam-lalu-menjadi-tokoh-kemerdekaan-306358
- jicnusantara.com, diakses Mei 29, 2025, https://jicnusantara.com/index.php/jiic/article/download/2713/2905/13510
- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI – USD Repository, diakses Mei 29, 2025, https://repository.usd.ac.id/25141/2/021314012_Full%5B1%5D.pdf
- Relevansi Pemikiran Sosialisme Islam H.O.S Tjokroaminoto dalam Konteks Ke-Indonesiaan di Era Kontemporer, diakses Mei 29, 2025, https://journal.centrism.or.id/index.php/jocis/article/download/35/73/928
- Interpretasi Konsep Sosialisme Islam HOS Tjokroaminoto dalam Merespon Tantangan Pendidikan Islam Era Kontemporer, diakses Mei 29, 2025, http://repositori.uin-alauddin.ac.id/8571/1/syaharuddin.pdf
- jurnal.univpgri-palembang.ac.id, diakses Mei 29, 2025, https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/didaktika/article/view/5309/4744
- 38 BAB III BIOGRAFI H.O.S. TJOKROAMINOTO Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau HOS Tjokroaminoto dikenal sebagai tokoh pe, diakses Mei 29, 2025, https://eprints.ummetro.ac.id/1815/4/BAB%20III.pdf
- JURNAL AKUNTANSI DAN PENDIDIKAN VOL 6 NO 1 APRIL 2017 HLMn. 1-20, diakses Mei 29, 2025, http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1293012&val=17063&title=Jang%20oetama%20yang%20hidup
- Zelfbestuur “PR Besar” di Warung Kopi yang Belum Tuntas – The Global Review, diakses Mei 29, 2025, https://theglobal-review.com/zelfbestuur-pr-besar-di-warung-kopi-yang-belum-tuntas/
- ZELFBESTUUR: Proklamasi 18 Juni 1916 – tazkiyah peradaban – WordPress.com, diakses Mei 29, 2025, https://ajidedim.wordpress.com/2016/08/11/zelfbestuur-proklamasi-18-juni-1916/
- Peran HOS Tjokroaminoto dalam Perjuangan: Keadilan dan …, diakses Mei 29, 2025, https://songgolangit.pikiran-rakyat.com/budaya/pr-3708102447/peran-hos-tjokroaminoto-dalam-perjuangan-keadilan-dan-otonomi-daerah-dalam-sejarah-pergerakan-nasional?page=all
- repository.ar-raniry.ac.id, diakses Mei 29, 2025, https://repository.ar-raniry.ac.id/33388/1/Sartika%20Rahayu%2C%20190801027%2C%20FISIP%2C%20IP.pdf
- Jurnal Communitarian Vol. 2 No. 2, Agustus 2020 E-ISSN 2686-0589 – Islam dan Kiri: Pemikiran Politik HOS Tjokroaminoto, diakses Mei 29, 2025, https://www.ejurnal.ubk.ac.id/index.php/communitarian/article/download/126/86
- Pemikiran Pendidikan Politik H.O.S Tjokroaminoto – OJS IAIN Ternate, diakses Mei 29, 2025, https://journal.iain-ternate.ac.id/index.php/foramadiahi/article/viewFile/305/269
- jurnal.ucy.ac.id, diakses Mei 29, 2025, https://jurnal.ucy.ac.id/index.php/awtjhpsa/article/download/1817/1610
- Nasionalisme Islam: studi pemikiran politik H.O.S. Tjokroaminoto = Islamic nationalism study of political thought H.O.S Tjokroaminoto – OPAC – Universitas Indonesia Library, diakses Mei 29, 2025, https://lontar.ui.ac.id/detail?id=20433927&lokasi=lokal