Piagam Jakarta dan Hilangnya Tujuh Kata Pada 18 Agustus 1945
Jakarta, sii.or.id
  • Piagam Jakarta dirumuskan pada 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan sebagai draft pembukaan UUD 1945, dengan tambahan tujuh kata yang kontroversial.
  • Penghapusan tujuh kata pada 18 Agustus 1945 memicu debat berkelanjutan antara kelompok Islam dan nasionalis, yang tampaknya mencerminkan perjuangan untuk persatuan bangsa.
  • Bukti menunjukkan bahwa Piagam Jakarta tetap penting secara historis, meskipun tidak berlaku secara hukum, dengan upaya gagal untuk mengembalikannya selama Reformasi (1999-2002).

Latar Belakang

Piagam Jakarta adalah dokumen historis yang menjadi dasar awal pembentukan UUD 1945. Dirumuskan pada masa menjelang kemerdekaan Indonesia, dokumen ini mencerminkan kompromi politik antara kelompok Islam dan nasionalis. Namun, perubahan signifikan pada 18 Agustus 1945, terutama penghapusan tujuh kata, menimbulkan kontroversi yang berlangsung hingga kini.

Rangkaian Peristiwa

Berikut adalah urutan penting peristiwa terkait Piagam Jakarta:

  • 29 Mei – 1 Juni 1945: Sidang pertama BPUPKI membahas dasar negara, tetapi tidak mencapai kesepakatan.
  • 22 Juni 1945: Panitia Sembilan merumuskan Piagam Jakarta, termasuk tujuh kata pada sila pertama.
  • 17 Agustus 1945: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan.
  • 18 Agustus 1945: PPKI menghapus tujuh kata dari Piagam Jakarta atas tekanan kelompok nasionalis Kristen.
  • 1959: Dekret Presiden Soekarno mengembalikan UUD 1945, menyebut Piagam Jakarta “menjiwai” konstitusi.
  • 1999-2002: Usulan partai Islam untuk menambahkan kembali tujuh kata gagal di MPR, dengan survei menunjukkan dukungan terbatas.

Untuk informasi lebih lanjut, lihat artikel Kompas.



Sejarah Piagam Jakarta

Piagam Jakarta, juga dikenal sebagai Jakarta Charter, adalah dokumen historis yang dirumuskan sebagai rancangan pembukaan UUD 1945. Prosesnya dimulai dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk mempersiapkan kemerdekaan bangsa. Sidang pertama BPUPKI berlangsung dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945, dengan agenda utama membahas bentuk negara, filsafat negara, dan dasar negara. Namun, sidang ini tidak menghasilkan kesepakatan karena perbedaan pandangan antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam, terutama mengenai peran agama dalam negara.

Untuk menyelesaikan kebuntuan, Panitia Sembilan dibentuk pada 18 Juni 1945, yang terdiri dari sembilan tokoh nasional, yaitu Soekarno (ketua), Moh. Hatta (wakil), Achmad Soebardjo, Mohammad Yamin, KH Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikoesno Tjokrosoejoso, Agus Salim, dan AA Maramis. Panitia ini terdiri dari empat perwakilan kelompok Islam dan lima dari kelompok nasionalis, mencerminkan upaya untuk mencapai konsensus. Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan Piagam Jakarta, yang kemudian dinamai oleh Mohammad Yamin selama Sidang BPUPKI Kedua pada 10 Juli 1945, bertepatan dengan hari jadi kota Jakarta. Dokumen ini berisi lima sila Pancasila, dengan sila pertama berbunyi: “ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” yang dikenal sebagai tujuh kata tambahan.

Piagam Jakarta menjadi landasan awal pembentukan UUD 1945 dan dianggap sebagai hasil kompromi politik antara kelompok Islam, yang menginginkan peran agama lebih kuat, dan kelompok nasionalis, yang menekankan persatuan bangsa. Namun, dokumen ini tidak langsung diterapkan tanpa perubahan, dan perjalanannya penuh dengan tantangan politik.

Rangkaian Peristiwa Penting

Berikut adalah tabel urutan peristiwa penting terkait Piagam Jakarta, berdasarkan sumber-sumber terpercaya:

TanggalPeristiwa
29 Mei – 1 Juni 1945Sidang pertama BPUPKI, Soekarno berpidato “Lahirnya Pancasila” pada 1 Juni, tetapi tidak ada kesepakatan.
18 Juni 1945Pembentukan Panitia Sembilan untuk merumuskan pembukaan UUD 1945.
22 Juni 1945Piagam Jakarta dirumuskan dan disepakati oleh Panitia Sembilan, termasuk tujuh kata.
10-17 Juli 1945Sidang kedua BPUPKI membahas Piagam Jakarta, dengan debat mengenai tujuh kata.
17 Agustus 1945Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan oleh Soekarno dan Hatta.
18 Agustus 1945PPKI menghapus tujuh kata dari Piagam Jakarta, mengubah sila pertama menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
27 Desember 1949UUD 1945 digantikan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat setelah pengakuan Belanda.
17 Agustus 1950Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia diberlakukan setelah pembubaran RIS.
Desember 1955Pemilu untuk Konstituante, dengan 514 anggota, 230 (44,8%) dari blok Islam.
13 Februari 1959TNI, dipimpin Abdul Haris Nasution, mendorong kembali ke UUD 1945.
19 Februari 1959Kabinet Djuanda menyetujui kembali ke UUD 1945, mengakui pengaruh Piagam Jakarta.
3-4 Maret 1959DPR membahas Piagam Jakarta, Djuanda menjelaskan pengaruh historisnya pada UUD 1945.
22 April 1959Soekarno berpidato di Konstituante Bandung, menyebut Piagam Jakarta sebagai dokumen historis.
12 Mei 1959Zainul Arifin Pohan (NU) menyebut Piagam Jakarta sebagai cahaya pemandu UUD 1945, merujuk Al-Qur’an.
29 Mei 1959Usulan blok Islam untuk menambahkan tujuh kata gagal, dengan 201/466 (43,1%) dukungan.
5 Juli 1959Soekarno menerbitkan Dekret Presiden, membubarkan Konstituante, kembali ke UUD 1945.
22 Juni 1963Perayaan pertama hari lahir Piagam Jakarta, Nasution menyebut 52.000 surat dari pemimpin Islam.
5 Juli 1966DPRGR menerbitkan memorandum, MPRS menerima (Ketetapan Nomor XX/MPRS/1966), mengakui peran historis.
1999-2002Era Reformasi, PPP dan PBB usulkan menambahkan tujuh kata ke Pasal 29, didukung FPI, Hizbut Tahrir, Majelis Mujahidin Indonesia. PAN dan PK usulkan Piagam Madinah. Gagal, survei Kompas Agustus 2002: 49,2% dukung Piagam Madinah, 8,2% Piagam Jakarta.

Kontroversi dan Debat

Penghapusan tujuh kata pada 18 Agustus 1945 menjadi titik kontroversial utama. Kelompok Islam, seperti yang diwakili oleh tokoh seperti Abdoel Kahar Muzakkir, melihat penghapusan ini sebagai “khianat” terhadap kompromi politik yang telah dicapai. Sebaliknya, kelompok nasionalis dan non-Muslim, terutama dari Indonesia Timur, mendukung penghapusan untuk menjaga persatuan bangsa, dengan Mohammad Hatta memainkan peran kunci dalam keputusan ini. Debat ini berlanjut pada 1950-an, dengan kelompok Islam menuntut pengakuan Piagam Jakarta, tetapi usulan untuk menambahkan kembali tujuh kata gagal dalam Konstituante pada 29 Mei 1959, dengan hanya 43,1% dukungan.

Pada era Reformasi (1999-2002), partai-partai Islam seperti PPP dan PBB kembali mengusulkan penambahan tujuh kata ke Pasal 29 UUD 1945, didukung oleh organisasi seperti FPI, Hizbut Tahrir, dan Majelis Mujahidin Indonesia. Namun, usulan ini tidak mendapatkan dukungan mayoritas di MPR, dengan survei Kompas pada Agustus 2002 menunjukkan hanya 8,2% responden mendukung Piagam Jakarta, sementara 49,2% mendukung alternatif Piagam Madinah yang diusulkan oleh PAN dan PK. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah juga menentang usulan ini, menunjukkan perbedaan pandangan dalam komunitas Islam sendiri.

Signifikansi Historis

Meskipun Piagam Jakarta tidak lagi berlaku secara hukum setelah perubahan pada 18 Agustus 1945, dokumen ini tetap signifikan sebagai cerminan perjuangan untuk mencapai konsensus nasional pada masa awal kemerdekaan. Soekarno dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959 menyatakan bahwa Piagam Jakarta “menjiwai” UUD 1945, mengakui peran historisnya. Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 pada 5 Juli 1966 juga mengafirmasi peran Piagam Jakarta sebagai dokumen historis yang penting dalam konteks UUD 1945.

Kesimpulan

Piagam Jakarta adalah hasil kompromi politik antara kelompok Islam dan nasionalis dalam merumuskan dasar negara Indonesia. Meskipun telah diubah pada 18 Agustus 1945 dengan penghapusan tujuh kata, dokumen ini tetap menjadi simbol penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Rangkaian peristiwa penting di balik Piagam Jakarta mencakup sidang BPUPKI, pembentukan Panitia Sembilan, perumusan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945, dan perubahannya pada 18 Agustus 1945, serta debat-debat selanjutnya yang mencerminkan dinamika sosial dan politik Indonesia.

Key Citations

Bagikan Artikel ini untuk mendapatkan kebaikan
Khoirul Azam
Khoirul Azam
Articles: 26