Idul Adha 1445 H Jatuh Pada Hari Minggu 16 Juni 2024

HARI RAYA IDUL ADHA 1445 H

BAGI KAUM SYARIKAT ISLAM INDONESIA (PSII)

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Bahwa pelaksanaan Ibadah Wukuf bagi Jemaah Haji di Padang Arafah insyaa Allah dilaksanakan pada hari Sabtu bertepatan tanggal 15 Juni 2024, dengan ini, Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam Indonesia (PSII) menyampaikan Maklumat terkait penetapan Hari Raya Idul Adha 1445 H bagi Kaum Syarikat Islam Indonesia (PSII) sebagai berikut:

  1. Bahwasanya Puasa Arafah dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 9 Dzulhijah 1445 / 15 Juni 2024.
  2. Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijah 1445 H) pada hari Ahad, 16 Juni 2024 M.
  3. Tetap menjaga ukhuwwah dan persatuan serta saling menghormati dan menghargai perbedaan.

Demikian Maklumat dikeluarkan sekaligus merevisi Maklumat sebelumnya, semoga Alloh SWT memberkahi dan meridhoi setiap langkah dan ijtihad kita.

Billaahi Fie Sabilil Haq

Jakarta, 08 Dzulhijah 1445 H

14 Juni 2024 M

Fiqih Qurban

Prolog

  1. Bulan Dzulhijjah identik dengan beberapa ibadah yang secara khusus disyariatkan pada bulan tersebut, seperti Haji, Shaum Arafah, dan Qurban.
  2. Baik Qurban ataupun Haji mempunyai akar sejarah yang sama, yaitu perjuangan Nabi Ibrahim a.s. dengan keluarganya dalam menegakkan ajaran tauhid, yang kemudian diabadikan dalam syariat.
  3. Sebagai ibadah yang selalu terulang setiap setahun sekali, ibadah di bulan Dzulhijjah perlu mendapatkan perhatian khusus dari kaum muslimin berkenaan dengan hukum Islam seputar syariat tersebut agar menjadi panduan di dalam pelaksanaanya.
  4. Tulisan singkat ini akan mencoba memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan ibadah Qurban, terutama dari perspektif hukum Islam (fiqih).

Dustur Alloh & Rosul-Nya

Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserahdirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah). Qs Al Hajj : 34

Dimensi Syariat Qurban
• Aspek Aqidah / Qs Al Hajj 37

َArtinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

• Aspek Muamalah
• Aspek Ibadah (Nilai kemuliaan Qurban) bukan terletak pada :
• Harga Hewan Qurban
• Berapa besar nominal saham
• Bobot daging yang dihasilkan
• Tapi kemulian qurban terletak pada ketaatan dan kedisiplinan pada aturan menyangkut kriteria hewan, jenis hewan dan taat waktu penyembelihanya.

Makna Qurban
• Secara bahasa, Qurban diambil dari kalimat Qarraba, Yuqarribu, Qurbaanan
yang berarti mendekatkan diri, seperti disebutkan dalam firman Allah Swt.

“ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil).” (QS Al- Maidah : 27)
• Dalam bahasa fiqih, Qurban sering disebut dengan “Udhiyah” yang berarti sembelihan. Disebut juga “Nahr” sebagaimana firman Allah Swt. :

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsar : 2)

• Adapun yang dimaksud dengan Udhiyah atau Qurban secara syariat adalah hewan yang khusus disembelih pada saat Hari Raya Qurban (‘Idul Al-Adha, 10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11,12, dan 13 Dzulhijjah) sebagai upaya untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swt.


• Qurban disyariatkan pada tahun kedua Hijriah, di tahun yang sama dengan disyariatkannya zakat dan shalat dua hari raya. Saat itu, Rasulullah keluar menuju masjid untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha dan membaca khutbah `Id. Setelah itu, beliau berqurban dua ekor kambing yang bertanduk dan berbulu putih.

Hukum Qurban
• Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum qurban adalah Sunnah Muakkadah bagi yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya. Sebagian ulama memang ada yang berpendapat bahwa berqurban hukumnya wajib, akan tetapi jika melihat kepada landasan dalil yang digunakan, maka pendapat yang mengatakan Sunnah Muakkadah lebih kuat.
• Ketetapan hukum ini berlandaskan kepada dalil-dalil dari Al-Qur’an dan sunnah. Adapun dalil dari Al-Qur’an, di antaranya firman Allah Swt. al-Kautsar seperti disebut di atas dan juga firman Allah Swt.:
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi´ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat).
Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta- minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS Al-Hajj : 36).

Hadist Nabi SAW
• Adapun dalil dari sunnah, di antaranya hadis Nabi Saw.:

Dari Anas Ibnu Malik r.a. “bahwa Nabi saw. biasanya berkurban dua ekor kambing kibas bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan kaki beliau di atas dahi binatang itu. Dalam suatu lafadz: Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri.” (Muttafaq Alaih)

ِDari Ummu Salamah sesungguhnya Nabi saw. bersabda, “Jika kalian melihat hilal awal bulan Dzulhijjah, dan di antara kalian ada yang hendak menyembelih Qurban, maka hendaklah menahan untuk tidak memotong rambut dan kukunya” (HR Muslim)

• Mengkaitkan ibadah Qurban dengan kehendak, dalam perkataan “wa araada ahadukum” (dan di antara kalian ada yang berkehendak) ini menunjukan bahwa hukum berqurban bukan wajib, akan tetapi sunnah.
• Hal tersebut mengingat keutamaan yang terkandung dalam syariat tersebut didukung oleh hadis-hadis lain, seperti peringatan Rasulullah saw. untuk tidak mendekati mushalla kami, maka sunnahnya Qurban itu termasuk kepada Sunnah Muakkadah.
• Adapun larangan memotong rambut dan kuku, tidak ada kaitannya dengan sah dan tidaknya ibadah Qurban. Keterangan tersebut hanya sebatas perintah yang bersifat anjuran dan menunjukan pada sunnahnya perbuatan tersebut.
• Ada sebagian yang berpendapat bahwa syariat Qurban itu adalah syariat sekali dalam seumur hidup sehingga seseorang yang pernah melaksanakan qurban satu kali, tidak perlu lagi melaksanakan kembali di tahun-tahun berikutnya.
• Pemahaman seperti ini tidak tepat, sebab syariat Qurban adalah syariat yang ada setiap tahun bagi mereka yang mampu, berdasarkan sabda Nabi saw., “Wahai manusia, sesungguhnya diperintahkan kepada setiap keluarga di setiap tahun untuk menyembelih Qurban” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Waktu Pelaksanaan Qurban

Waktu pelaksanaan Qurban adalah pada tanggal 10 Dzul hijjah, setelah selesai melaksanakan shalat Idul Adha. Barang siapa yang menyembelih sebelum pelaksanaan shalat Idul Adha, maka Qurbannya tidak sah, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi Saw.:

Dari Jundab Ibnu Sufyan r.a., ia berkata: “Aku mengalami hari raya Adha bersama Rasulullah saw. Setelah beliau selesai shalat bersama orang-orang, beliau melihat seekor kambing telah disembelih. Beliau bersabda: ‘Barangsiapa menyembelih sebelum shalat, hendaknya ia menyembelih seekor kambing lagi sebagai gantinya; dan barangsiapa belum menyembelih, hendaknya ia menyembelih dengan nama Allah’.” (Muttafaq Alaihi)

• Adapun akhir waktu penyembelihan hewan Qurban adalah pada tanggal 13 Dzulhijjah sebelum matahari terbenam.
• Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Zadul Ma’ad, bahwa Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan, “hari-hari menyembelih adalah hari Idul Adha dan tiga hari setelahnya” (Zadul Maad II : 291).
• Pendapat ini yang dipilih juga oleh kebanyakan ulama, seperti Imam Hasan Basri, Atha bin Rabah, Imam Syafii, dan Ibnu Mundzir. Berdasarkan sabda Nabi Saw., “Seluruh Mina adalah tempat menyembelih dan selama hari-hari tasyriq adalah waktu menyembelih”. (HR Ahmad)

• Adapun teknis penyembelihannya, orang yang berkurban boleh melakukannya sendiri, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Saw.
• Penyembelihan boleh pula diwakilkan kepada yang lebih ahli, sebagaimana beliau mengizinkan Ali bin Abi Thalib untuk menyembelih hewan Qurban beliau.
• Jika penyembelihan itu diwakilkan kepada orang lain, maka dianjurkan kepada orang yang berkurban untuk menyaksikan proses penyembelihan, sebagaimana perintah beliau kepada puterinya, As-Sayyidah Fatimah.

Mafhum Mukholafah
• Miqot Zamani (Ketentuan Waktu) waktu penyembelihan (Qs Al Hajj : 28)

Artinya: Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir
• karena era menta DOP ka sohibul qurban Panitia mencit ker sarapan

Kriteria Hewan Qurban


Hewan yang dapat digunakan untuk Qurban sudah ditentukan oleh syariat, yaitu unta, sapi (termasuk kerbau), dan kambing/domba. Seekor kambing hanya untuk qurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak. Seekor sapi boleh dijadikan Qurban untuk 7 orang dan seekor unta boleh untuk 7 atau 10 orang. Sebagaimana hadis Nabi Saw :

َDari Jabir Ibnu Abdullah, ia berkata: “Kami pernah menyembelih bersama Rasulullah saw. pada tahun
Hudaibiyyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang”. (HR Muslim)

ْDari Ibnu Abbas r.a., ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan dan tiba waktu Idul Adha, kemudian kami berserikat untuk seekor sapi tujuh orang, dan untuk seekor unta sepuluh orang”. (HR Tirmidzi)

• Adapun ketentuan umur hewan yang diqurbankan, hendaknya hewan tersebut tidak terlalu tua sehingga dagingnya sudah tidak bersum-sum, tidak juga terlalu muda.

َّْDari Jabir bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jangan menyembelih kecuali hewan yang umurnya masuk tahun ketiga. Bila engkau sulit mendapatkannya, sembelihlah kambing yang umurnya masuk tahun kelima”. (HR Muslim)
• Kemudian hewan yang akan dikurbankan tidak boleh yang cacat, sakit, atau pincang, sebagaimana hadis Nabi saw.,

Dari Al-Bara’ Ibnu ‘Azib r.a., ia berkata: “Rasulullah saw. berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda: ‘Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak jelas sakitnya, tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang tidak bersum-sum’”. (HR Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi dna Ibnu Hibban)

Selektif dalam memilih bahimatul an’am

• Bahkan, Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk memeriksa mata dan telinga.
• Tujuannya agar kita tidak mengurbankan hewan yang buta, yang terpotong telinga bagian depannya atau belakangnya, yang robek telinganya, serta tidak pula yang ompong gigi depannya. (HR Ahmad)

Mafhum Mukholafah
• Jenis Hewan (Qs Al Hajj : 34) :

Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)

• Jenis kelamin mengutamakan jantan 9x nabi qurban, thn ke 2 dgn domba bertantuk tua, setelah itu rata-rata 10 unta dan pada haji wada 100 Unta) selama itu nabi qurban dengan binatang jantan
• Mengapa ditekankan dengan jantan..? kalau dengan betina akan hilang populasi, hampir 70% kuota sapi di jabar tdk sesuai syari’ah karena can manying umur (musinnah).

Mafhum Mukholafah

  1. Kriteria, Usia hewan Qurban
    a. Musinnah/cukup umur, menurut Imam Ibnu Malik
    i. Unta berumur 5 tahun maju 6
    ii. Sapi umur 2 masuk 3
    iii. Domba umur 1 tahun
  2. Qurban Patungan
    a. Unta max 10 orang
    b. Sapi 7 orang
  3. Domba
    Patungan sumber dana boleh (missal Domba ku 40 urg 20 rebu sewang), murid kenging pahala sodaqoh qurban, sohibul qurban tetap harus 1.

Pembagian Daging Qurban


• Sembelihan Qurban disyariatkan untuk dibagikan dagingnya dalam keadaan mentah, agar penerima yang berhak dapat memanfaatkan sesuai keinginannya. Tidak boleh pula pembagian dilakukan dengan cara mengundang fakir miskin dan disuguhkan kepada mereka daging yang sudah dimasak dari hewan Qurban.

Ali Ibnu Abu Thalib r.a., ia berkata: “Rasulullah saw. memerintahkan kepadaku untuk mengurusi kurban-kurbannya; membagi-bagikan daging, kulit dan pakaiannya kepada orang-orang miskin, dan aku tidak diperbolehkan memberi suatu apapun dari kurban kepada penyembelihnya.” (Muttafaq Alaihi)

• Pada awalnya, Nabi Saw. memerintahkan untuk membagikan daging Qurban dan tidak boleh menyimpannya lebih dari tiga hari, akan tetapi kemudian beliau mengizinkannya. Sebagaimana hadis berikut.

ْDari Jabir bin Abdullah r.a., “sesungguhnya Rasulullah saw melarang untuk memakan daging Qurban setelah dari tiga hari, kemudian beliau bersabda setelah itu, ‘Makanlah, berbekallah, dan simpanlah’”. (HR Imam Malik)

• Hadis di atas menunjukan bahwa orang yang berqurban berhak mengambil sebagian daging Qurban dan selebihnya dibagikan (disedekahkan) kepada fakir miskin.
• Sebagian ulama berpendapat, daging kurban didistribusikan menjadi tiga bagian, sepertiga dimakan oleh yang berkurban, sepertiga lagi untuk disimpan oleh yang berkurban, dan sepertiga yang lain disedekahkan kepada fakir miskin atau orang lain.
• Adanya hak orang yang berqurban mengambil bagian dari daging Qurban tidaklah mengurangi nilai ibadah Qurbannya karena nilai Qurban telah terwujud pada proses penyembelihan dan penumpahan darah hewan Qurban.

Demikian di antara hukum-hukum yang terkait dengan syariat Qurban. Hal yang paling penting dari itu semua adalah Qurban dilaksanakan atas dasar ketaqwaan karena yang akan diterima oleh Allah Swt. bukan daging dan darah hewan Qurban, tetapi ketaqwaan orang yang melaksanakan Qurban.

Wassalam

Bagikan Artikel ini untuk mendapatkan kebaikan
Khoirul Azam
Khoirul Azam
Articles: 19